Minggu, 25 Agustus 2013

Makalah 2 Temu Nasional Strategi dan Kebijakan Pendirian Perusahaan Asuransi Koperasi



Bahan ini akan dipresentasikan pada :
Temu Nasional Strategi dan Kebijakan Pendirian Perusahaan Asuransi Berbadan Hukum Koperasi
Jakarta, 27-29 Agustus 2013

 QUO VADIZ KOPERASI?*)
Oleh:
Achmad H.Gopar**)

            Dalam retorika maupun tulisan koperasi diyakini sebagai wujud ekonomi kerakyatan yang dapat mensejahterakan rakyat. Namun menjelang hari koperasi pada tanggal 12 Juli, yang setiap tahun diperingati, belum nampak kemajuan perkoperasian yang berarti, bahkan menunjukkan gejala kemunduran, terutama dari sudut pandang kelembagaan.

            Masih teringat dalam benak ketika masa kampanye setahun yang lalu koperasi digadang-gadang sebagai cara mengentaskan kemiskinan, sebagai sistem perekonomian kerakyatan, bahkan sebagai alternatip untuk menghadang paham neoliberalism, yang diyakini banyak kalangan telah menimbulkan banyak kekacauan perekonomian di negara-negara maju. Janji kampanye tersebut mungkin telah terlupakan, karena tidak terlihat wujud nyata dari kampanye tersebut dalam pengembangan koperasi. Setahun telah berlalu, bahkan dalam satu dekade ini, boleh dikatakan koperasi tidak mengalami kemajuan, bahkan sebagai gerakan, koperasi telah mengalami kemunduran institusional.
            Secara kelembagaan gerakan koperasi semakin mengalami kemunduran, dengan telah menghilangnya ataupun beralih bentuk beberapa institusinya. Di sektor finansial, dulunya gerakan  koperasi memiliki lembaga perbankan, penjaminan kredit, bahkan asuransi. Bank BUKOPIN (Bank Umum Koperasi Indonesia) dulunya dimiliki oleh gerakan koperasi dengan misi untuk melayani kebutuhan jasa keuangan gerakan koperasi. Kini bank tersebut telah menjadi milik publik dengan misi melayani publik, ruh pelayanan khusus untuk koperasi telah semakin menghilang darinya. Di jasa penjaminan kredit, gerakan koperasi pernah punya LJKK (Lembaga Jaminan Kredit Koperasi), beralih menjadi Perum PKK (Pengembangan Keuangan Koperasi), berubah wujud lagi menjadi Perum SPU (Sarana Pengembangan Usaha),  dan kini berubah lagi menjadi PT Penjaminan Kredit, yang tentunya misi penjaminan kredit khusus untuk koperasi menjadi semakin terabaikan. Lembaga asuransi dan lembaga audit telah lama menghilang dari sistem kelembagaan koperasi.
Mundurnya sistem kelembagaan koperasi di sektor finansial tersebut ternyata beriringan dengan mundurnya sistem kelembagaan koperasi di sektor riil. Dua dekade lalu, KUD (Koperasi Unit Desa) cukup dominan dalam perekonomian perdesaan, terutama kiprahnya dalam pencapaian swasembada pangan; khususnya dalam ekonomi perberasan dan distribusi pupuk. Integrasi kelembagaan secara vertikal (KUD-PUSKUD-INKUD), baik secara organisasi maupun bisnis, juga berkembang cukup baik. Demikian juga kiprah koperasi pada komoditi susu, dimotori oleh GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) peranan koperasi primernya benar-benar dirasakan oleh para peternak. Dengan adanya PMP (Penyertaan Modal Pemerintah) untuk membangun sarana penanganan susu segar (milk treatment), koperasi persusuan telah bermetaphorpose menjadi pelaku bisnis yang patut diperhitungkan. Namun  saat ini koperasi di sektor riil tersebut kiprahnya sudah terdengar sayup-sayup, termasuk kiprah GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia). DEKOPIN (Dewan Koperasi Indonesia) sebagai apex gerakan koperasi juga belum maksimal kiprahnya.
Jika koperasi dianggap sebagai jalan tengah untuk menghadapi paham neoliberalisme, maka kondisi perkoperasian tersebut merupakan paradoks, karena di negara-negara yang dianggap menganut paham neoliberalisme, koperasinya justru maju pesat. Ambil contoh Amerika Serikat, sebagai negara pemuka penganut paham neoliberalisme, gerakan koperasinya maju dengan sangat pesat. Di sektor finansial, ada FCS (the Farm Credit System) yang terdiri dari 102 lembaga keuangan milik koperasi/anggota koperasi, diantaranya ada enam buah bank; lima bank untuk koperasi (bank for cooperatives) dan Cooperative Bank (CoBank). FCS ini melayani sektor pertanian dan UKM. Ada ribuan CU (Credit Union) dengan apexnya CUNA (Credit Union National Association) dan international apexnya WOCCU, keduanya berdomisili di Madison, Wisconsin. Di sektor riil, sebagian besar UKM bergabung dalam koperasi dan menghasilkan organisasi bisnis yang besar dan dapat bersaing di tingkat internasional, terutama di sektor pertanian. Sebut saja Land O’Lakes, Mac Grower, Sunkist, dan lainnya. Di sektor energi, sebagian besar listrik perdesaan dilayani oleh koperasi.
Keberhasilan gerakan koperasi di negara penganut pasar bebas tersebut tidaklah terlepas daripada peranan pemerintah dan negara. FCS yang melayani lebih dari 70% kebutuhan finansial petani, modal awalnya (seed capital) berasal dari pemerintah, dan kapitalisasinya di pasar keuangan dijamin pemerintah. Kelebihan produksi koperasi dibeli pemerintah. Misalnya terjadi kelebihan produksi susu atau biji-bijian (jagung, kedelai), pemerintah membelinya  untuk persediaan, dan melalui mekanisme PL 480 disalurkan untuk bantuan luar negeri. Negara mengakui akumulasi kekuatan (power accumulation) yang dilakukan koperasi dalam persaingan usaha melalui the Capper-Volstead Act, yang menghindarkan koperasi dari status monopoli.
Bagaimana di Indonesia? Negara telah membuka kesempatan yang sangat luas bagi koperasi untuk berkembang. Hampir semua peraturan perundangan sektoral memberikan peluang tersebut. UU sektor Perhubungan, UU sektor Pariwisata, UU sektor Pertanian maupun UU sektor Keuangan. Jika Amerika Serikat tidak mempunyai UU Federal untuk koperasi, Indonesia punya UU no 25 tahun 1995 tentang Perkoperasian yang memberikan peluang sangat luas untuk koperasi. Mengapa di Indonesia, yang masih malu mengakui sebagai penganut neolib, koperasi tidak bisa berkembang dengan baik?
Peluang yang diberikan negara tentunya harus diikuti oleh kebijakan pemerintah. Bersediakah pemerintah menyediakan modal awal untuk membangun sistem keuangan koperasi, dimana intinya bank untuk koperasi? Bersediakah pemerintah membeli kelebihan produksi koperasi untuk stok nasional dan bantuan bencana? Bersediakah pemerintah memberikan hak distribusi pupuk kepada koperasi? Kebijakan pemerintah tentunya harus ditindak lanjuti dengan program pembangunan yang dapat memperkuat sistem kelembagaan koperasi. Kebijakan dan program tersebut walaupun memihak koperasi namun tidak boleh menimbulkan eksternalitas, yang bisa dimanfaatkan  oleh pencari rente. Jangan dibiarkan pencari rente mendirikan atau memanfaatkan koperasi hanya untuk kepentingannya, sehingga bermunculan koperasi burung merpati yang hanya memanfaatkan eksternalitas dan fasilitas, kemudian menghilang meninggalkan kewajibannya.
Kelembagaan, dukungan negara, kebijakan dan program pemerintah belumlah lengkap, karena inti dari kemajuan koperasi adalah anggota. Ketika membentuk koperasi, anggota harus mafhum betul apa tujuan mendirikan koperasi dan apa kemanfaatannya, dan kesesuaiannya dengan kebutuhannya sebagai anggota. Anggota sebagai pemilik haruslah menjadi pengguna jasa koperasi, sehingga anggota mempunyai kekuasaan penuh untuk menentukan arah kebijakan dan operasional koperasi sesuai, dengan kemanfaatan jasa koperasi yang diinginkannya. Jangan sampai anggota menjadi alat oleh segelintir orang yang memanfaatkan koperasi untuk tujuan dan kepentingan mereka. Oleh karena itu, sejak awal koperasi didirikan, pendidikan dan pengajaran tentang koperasi untuk anggota harus dilakukan.
Selamat hari koperasi, semoga koperasi semakin cemerlang. 
Untuk Download file utuh, Klik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar